iklan banner

Selasa, 20 Februari 2018

Sejarah Narkoba Dunia dan Indonesia

NARKOBA
NARKOBA adalah singkatan dari NARkotika, psiKOtropika dan BAhan Adiktif lainnya. Pengertian lebih jelasnya adalah sebagai berikut :
  1. NARKOTIKA adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
  2. PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
  3. BAHAN ADIKTIF LAINNYA adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan.
  4. MINUMAN BERALKOHOL adalah minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian ataupun secara sintetis yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman yang mengandung etanol.
Zaman dahulu bangsa Sumeria mengenalkan pada kita istilah Candu. Candu digunakan sebagai sarana pengobatan, terutama dalam hal pembedahan. Saat itu para ahli menggunakannya untuk meredakan rasa sakit (candu analgesik)dan bius(narkotik). Pada tahun 1805 mulai dikenal morfin menggantikan opium(candu mentah). Penggunaan candu yang berlebihan akan menyebabkan ketagihan dan sesak. Oleh karena itu orang-orang Eropa pada masa itu menyebut barang tersebut sebagai barang setan. Namun setelah Ratu Elizabeth I menyadari pentinganya opium sebagai obat bius medis, barulah para bangsa dari timur membawa opium ke Inggris.
Awal mula candu yang digunakan sebagai obat bius dan penggunaanya berdasarkan resep dokter tetapi oleh beberapa orang digunakan untuk mabuk-mabukan. Pada tahun 1810 di Amerika, morfin mulai digunakan  sebagai obat penghilang rasa sakit. Serbuknya dikatakan sebagai obat ajaib karena kemampuannya menghilangkan rasa sakit pasca operasi atau sebagai penyembuh luka. Pertengahan tahun 1850, morfin beredar luas di seluruh Amerika serikat dan sangat populer digunakan di bidang kedokteran.
Penggunaan dosis lebih dan terlalu sering penggunaan morfin sebagai rasa sakit memicu efek ketergantungan pada obat tersebut. Puncak kecanduan makin meningkat selama perang saudara, jumlah pasien terutama prajurit yang menjadi korban perang dirawat menggunakan morfin, sekitar sepuluh ribu tentara berubah menjadi pecandu morfin. Pada tahun 1874, orang-orang menggantinya menjadi heroin karena dianggap lebih aman. Pengguna morfin pun beralih kepada heroin. Hal tersebut merupakan awal lahirnya heroin di Amerika.
Heroin merupakan salah satu jenis obat terlarang dan yang paling populer dalam tradisi Drug, walaupun sebenarnya heroin bukanlah barang baru di masa itu, efek negatif yang ditimbulkan cukup besar. Heroin merupakan bagian dari opium, yang menimbulkan ketergantungan secara fisik maupun mental. Karena menimbulkan ketagihan, pada tahun 1878 kerajaan Inggris mengeluarkan undang-undang untuk mengurangi penggunaan opium. Mereka juga mengurangi impor opium dari bangsa timur, terutama China.
Awal abad 19 opium di bawa ke daratan China (Tiongkok) oleh para pedagang Inggris. Opium digunakan sebagai obat dan diperdagangkan. Saat kekaisaran ming-cing, China menghentikan perniagaan dengan bangsa Barat karena mereka menganggap telah sanggup memenuhi keperluan rakyat tanpa bergantung kepada barat. Kondisi ini sangat menyulitkan Inggris,karena Inggris butuh barang-barang Tiongkok seperti sutera,rempah dan teh, melalui perundingan akhirnya kekaisaran China mengijinkan Inggris berdagang hanya di wilayah Guangzou, rupanya Inggris menyalah gunakan kesepakatan ini dengan memasukan opium ke Goangzou. Mereka mereka ingin menjalankan perdagangan baru yaitu menjual opium tau candu.mengetahui semakin banyaknya pecandu Goangzou. Pada tahun 1839, masa pemerintahan kaisar Tao Kwang, kaisar memusnahkan candu ilegal di Guangzou. Pembakaran ini merupakan sikap tegas China sekali pun harus menanggung resiko yang berat.
Pada tahun 1906, Amerika membuat undang-undang makanan dan obat ( Pure Food Drug Act ) yang meminta pihak farmasi memberi label secara jelas mengenai komposisi kandungan opium dalam produknya. Namun peraturan tersebut belum berhasil, peredaran opium masih dijual secara bebas dan semakin tidak terkontrol. Hal tersebut memicu semakin meningkatnya jumlah pecandu, terutama di kalangan tentara.
Pada tahun 1914, ditetapkan undang-undang yang mengatur tentang regulasi penjualan narkotik untuk penjual dan pengguna mewajibkan membayar pajak dan melarang pemberian narkotik kepada pecandu yang enggan sembuh. Peredaran opium selama abad 19 semakin pesat di Amerika, opium mudah dijumpai dam bentuk tonikum ( zat yang digunakan untuk mengembalikan kondisi normal jaringan atau untuk merangsang nafsu makan ).
Pada tahun 1923, badan obat Amerika (FDA), melarang semua penjualan bahan narkotik terutama heroin secara bebas. Presiden Amerika Richard Nixon mengobarkan perang melawan heroin melalui kerja sama antar negara, dia berjanji mengatur kesejahteraan Turki. Amerika juga membantu dana senilai 35 juta pertahun sebagai imbalan memusnahkan ladang opium dan menggantinya dengan tanaman lain. Pemerintah Amerika mengirim herbisida ke Turki untuk memusnahkan ladang opium dan membakarnya yang kira-kira menelan waktu sekitar setahun.
Dilarangnya penjualan narkotika inilah yang menjadi awal penjulan/perdagangan gelap terhadap narkotika yang berdiri di Chinatown, New York. Perdagangan gelap narkotika seiring berkembangnya pasar global maka pada akhirnya menyebar ke seluruh penjuru dunia termasuklah ke Indonesia. Penggunaan obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya para pemakai candu (opium) tersebut adalah orang-orang Cina.
Pemerintah Belanda memberikan izin pada tempat-tempat tertentu untuk menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal dibenarkan berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang. Hal ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu (Brisbane Ordinance).
Ganja (Cannabis Sativa) banyak tumbuh di Aceh dan daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai bahan ramuan makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca (Cocaine) banyak tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi ekspor. Untuk menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan, Pemerintah Belanda membuat Undang-undang (Verdovende Middelen Ordonantie) yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 (State Gazette No.278 Juncto 536).
Meskipun demikian obat-obatan sintetisnya dan juga beberapa obat lain yang mempunyai efek serupa (menimbulkan kecanduan) tidak dimasukkan dalam perundang-undangan tersebut. Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) dimana wewenang diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya (State Gaette No.419, 1949).
Baru pada waktu tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika menjadi masalah besar dan nasional sifatnya. Pada waktu perang Vietnam sedang mencapai puncaknya pada tahun 1970-an, maka hampir di semua negeri, terutama di Amerika Serikat penyalahgunaan obat (narkotika) sangat meningkat dan sebagian besar korbannya adalah anak-anak muda. Nampaknya gejala itu berpengaruh pula di Indonesia dalam waktu yang hampir bersamaan.
Menyadari hal tersebut maka Presiden mengeluarkan instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES 6/71, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan (antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang-orang asing.
Kemajuan teknologi dan perubahan-perubahan sosial yang cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda (tahun 1927) sudah tidak memadai lagi. Maka pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No.9 tahun 1976, tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap (illicit traffic). Disamping itu juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotik (pasal 32), dengan menyebutkan secara khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk menteri kesehatan.
Dengan semakin merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia, maka UU Anti Narkotika mulai direvisi. Sehingga disusunlah UU Anti Narkotika nomor 22/1997, menyusul dibuatnya UU Psikotropika nomor 5/1997. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman mati.
Artikel By.//guntur452013.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah dan beri masukan